Pembagian Tauhid Menurut Para Ulama
Ketika seorang teman sedang membaca buku tentang tauhid, tiba-tiba seorang teman saya yang lain menepuk pundaknya sambil berkata, “Kamu ngapain belajar tauhid, tauhid kan gak akan menambah keimanan!”, tentu saja teman saya yang sedang membaca buku tersebut langsung emosi, “Apa maksudnya nih? Ati-ati ya kalo ngomong!”, “Hai, memang para shahabat nabi terdahulu belajar tauhid?! emang pernah ya mereka membagi tauhid menjadi beberapa bagian seperti sekarang ini!”.
Debat kusir seperti di atas memang hanya akan menjadi pertentangan tanpa henti yang hanya akan berakhir dengan hasil yang nihil. Ada baiknya kita menelaah dan mengkaji siapakah yang membagi-bagi tauhid sebagaimana yang sering kita dengar menjadi tiga bagian yaitu tauhid Ar-Rububiyah, Al-Uluhiyah dan Al-Asma wa Shifat serta apa tujuan mereka melakukan pembagian tersebut.
Sebelum membahas tentang pembagian tauhid, kita telusuri dulu pengertian tauhid, tauhid berasal dari akar kata wahhada-yuwahhidu-tawhiidan yang berarti mengesakan atau menunggalkan sehingga dapat disimpulkan dengan bertauhid berarti kita mengesakan Allah SWT dalam beribadah, sesuai dengan perintah Allah SWT dalam surat AnNisa : 32 :
“Dan sembahlah Allah, dan janganlah kamu menyekutukannnya dengan sesuatu apapun”
Ayat di atas mengandung makna ibadah sebagai tujuan diciptakannya manusia di muka bumi ini, sebagaimana firmannya dalam surat Addzariyat : 56 :
“Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah”
Memang pada zaman Rasulullah SAW dan para Shahabat tidak dikenal adanya pembagian istilah-istilah tauhid, pembagian itu dimulai pada zaman ulama-ulama terdahulu, sebagaimana pernyataan Syaikh Bakar Abu Zaid ketika mengomentari pembagian istilah-istilah tauhid : “Pembagian ini adalah hasil telaah para ulama terdahulu seperti yang diisyaratkan oleh Ibnu Mandah dan Ibnu Jarir Aththobari serta yang lainnya. Hal ini pun diakui oleh Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qoyyim. Begitu pula oleh Syeikh Zabidi dalam “Taaj Al-aruus” dan Syaikh As-Sinqithi dalam “Adhwa’ Al Bayan” dan yang lainnya –semoga Allah merahmati semuanya-. Ini Aadalah hasil telaah yang paripurna dari nash-nash syar’I, seperti yang dikenal dalam setiap bidang ilmu. Seperti hasil telaah para pakar nahwu terhadap bahasa arab menjadi isim, fiil dan harf. Dan orang-orang arab tidak mencela dan melecehkan para pakar nahwu tersebut terhadap hasil telaah tersebut.”
Pembagian istilah dalam tauhid pun cenderung tidak baku sehingga ada beberapa perbedaan dalam pembagiannya, ada yang membaginya menjadi tiga bagian, ada yang empat bagian bahkan ulama sekelas Ibnul Qoyyim Al Jauziah membaginya hanya menjadi dua bagian. Namun meskipun terdapat beraneka ragam istilah mereka tetap mengandung subtansi yang sama.
Adapun pembagian yang paling popular dan familiar di kalangan kaum muslimin adalah pembagian dalam tiga bagian, yaitu:
1. Tauhid Ar-Rububiyah yang merupakan keyakinan seseorang bahwa pencipta, pemberi rizqi, pengatur semesta alam yang menghidupkan dan mematikan adalah Allah swt. Pada zaman Rasulullah SAW tidak terdapat perselisihan antara kaum muslimin dan kafir Quraisy pada titik ini. Sebagaimana dalam surat Az Zukhruf : 87 :
“Dan apabila kamu menanyakan kepada mereka siapa yang menciptakan mereka, pasti mereka akan berkata “Allah” .”
2. Tauhid Al-Uluhiyah yang merupakan keyakinan seseorang bahwa hanya Allah SWT yang berhak diibadahi di muka bumi ini.
3. Tauhid Al-Asma wa Shifat yang berarti mengesakan Allah SWT dengan nama-nama yang telah Allah tetapkan bagi dirinya dan yang ditetapkan oleh RasulNya.
Dan diantara para ulama juga ada yang membaginya menjadi empat bagian dengan menambahkan yang keempat yaitu Tauhid Al-Mutaba’ah yang berarti menjadikan Rasulullah SAW sebagai satu-satunya yang diikuti dan diteladani (uswatun hasanatun).
Namun Ibnul Qayyim Al Jauziah dalam kitabnya Madarijus Salikin membagi tauhid menjadi dua bagian yaitu :
1. Tauhid fi Al Ma’rifat wa Itsbat : mengimani bahwa Allah SWT adalah pencipta, pemberi rizki, dan pengetur urusan hamba-hambanya, dan mengimani nama-nama Allah SWT, sifat-sifatNya dan DzatNya.
2. Tauhid fi Al Qashd wa At-Thalab : meniatkan segala amal dab ibadah kita hanya untuk mencari ridha Allah SWT.
Itulah hasil telaah para ulama terdahulu dalam pembagian istilah-istilah tauhid, memang pembagian istilah dalam tauhid tidak pernah ada pada zaman Rasulullah SAW dan para Shahabat, namun sebagaimana Ilmu nahwu yang memudahkan kita dalam mempelajari bahasa arab, sebagaimana ilmu mushtholah hadits yang memudahkan kita dalam mempelajari hadits, atau seperti titik-titik dan harokat pada mushaf Al Quran yang berada di tangan kita saat ini sehingga kita menjadi mudah dalam membaca Al Quran, begitupun para ulama tersebut mereka melakukan pembagian tersebut hanya untuk memudahkan generasi-generasi sesudah mereka untuk mengenali dan menyembah Tuhan semesta alam yaitu Allah SWT.
Sumber:
- Risalah :Attahdzir”
- Madarijus Salikin
Komentar
Posting Komentar